askep terlengkap

Selasa, 12 Juli 2011

ASKEP LIMFOMA


ASUHAN KEPERAWATAN LIMFOMA
BAB I
PENDAHULUAN

v  LATAR BALAKANG MASALAH
       Makalah ini disusun adalah sebagai satu syarat untuk menyelesiakan salah satu mata kuliah DEWASA III. Dan dilator belakangi betapa pentingnya mengetahui tentang penyakit LIMPOMA , akan tatapi LIMPOMA adalah kanker yang tumbuh akibat mutasi sel limposit (sejenis sel darah putih) yang belum normal. Seperti halnya limposit normal, limposit ganas, dapat tumbuh pada berbagai organ dalam tubuh, termasuk kelenjar getah bening, limpa, sumsum tulang, darah ataupun organ lain.
     Ada dua jenis kanker sistem limfotik yaitu penyakit hodgkin dan limfoma non-hodgkin (NHL). Kanker kelenjar getah bening atau limfoma adalah sekelompok penyakit keganasan yang berkaitan dan mengenai sistem limfatik. Sistem limfatik merupakan bagian penting dari sistem kekebalan tubuh yang membentuk pertahanan alamiah tubuh melawan infeksi dan kanker.
     Cairan limfatik adalah cairan putih menyerupai susu yang mengandung protein lemak dan limfosit yang semuanya mengalir ke seluruh tubuh lewat pembuluh limfatik. Ada dua macam sel limfosit yaitu sel B dan T. Sel B berfungsi membantu melindungi tubuh melawan bakteri dengan membuat antibodi yang memusnahkan bakteri.
v  TUJUAN MASALAH
Tujuan paling utama dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan mata kuliah DEWASA III. Ini disebabkan mengingat betapa pentingnya kita menjaga diri dari berbagai mcam Penyakit.

ASKEP Defisit Perawatan Diri


ASUHAN KEPERAWATAN DEFISIT PERAWATAN DIRI

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya.Defisit perawatan diri merupakan suatu kondisi pada seseorang yang mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan/melewati aktivitas perawatan diri secara mandiri.
Pemeliharaan hygiene perorangan diperlukan untuk kenyamanan individu, keamanan, dan kesehatan. Seperti pada orang sehat dapat memenuhi kebutuhan personal hygienenya sendiri. Cara perawatan diri menjadi rumit dikarenakan kondisi fisik atau keadaan emosional klien. Selain itu,beragam faktor pribadi dan sosial budaya mempengaruhi praktik hygiene klien.
Karena perawatan hygiene seringkali memerlukan kontak yang dekat dengan klien maka perawat menggunakan ketrampilan komunikasi untuk meningkatkan hubungan terapeutik dan belajar tentang kebutuhan emosional klien.
Oleh karena itu penulis membahas makalah ini untuk mempelajari tentang defisit perawatan diri dan mengkaji pasien dengan gangguan perawatan diri.

B.    Tujuan
Tujuan utama dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan mata kuliah Keperawatan Jiwa.Adapun tujuan lainnya yaitu:
a.       Mahasiswa mengetahui dan memahami defisit perawatan diri.
b.       Mahasiswa mengetahui dan memahami etiologi defisit perawatan diri.
c.       Mahasiswa mengetahui manifestasi klinis defisit perawatan diri.
d.       Mahasiswa mengetahui mekanisme koping defisit perawatan diri.
e.       Mahasiswa mengetahui dan memahami intervensi dari defisit perawatan diri dan  dapat mengimplementasikannya.




BAB II

PEMBAHASAN


A.    DEFINISI
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri (Depkes 2000). Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).
Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya (Tarwoto dan Wartonah 2000).
Defisit Perawatan Diri adalah Suatu kondisi pada seseorang yang mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan/melewati aktivitas perawatan diri secara mandiri.
.
B.     JENIS-JENIS PERAWATAN DIRI
1.   Kurang perawatan diri : Mandi / kebersihan
Kurang perawatan diri (mandi) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas mandi/kebersihan diri.
2.    Kurang perawatan diri : Mengenakan pakaian / berhias.
Kurang perawatan diri (mengenakan pakaian) adalah gangguan kemampuan memakai pakaian dan aktivitas berdandan sendiri.
3.   Kurang perawatan diri : Makan
Kurang perawatan diri (makan) adalah gangguan kemampuan untuk menunjukkan aktivitas makan.
4.   Kurang perawatan diri : Toileting
Kurang perawatan diri (toileting) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas toileting sendiri (Nurjannah : 2004, 79)

C.    ETIOLOGI
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2000) penyebab kurang perawatan diri adalah sebagai berikut :
1.   Kelelahan fisik
2.   Penurunan kesadaran
Menurut Depkes (2002:20), penyebab kurang perawatan diri adalah :
1.      Faktor predisposisi:
a.       Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
b.      Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.
c.       Kemampuan realistis turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
d.       Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
2.      Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presipitasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah / lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000 : 59) faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah :

a.       Body image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri, misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
b.      Praktik sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri maka kemungkinan akan terjadi perubahan pada personal hygiene.
c.       Status sosial ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampoo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
d.      Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
e.       Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
f.       Kebiasaan seseorang
 Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, shampoo dan lain – lain.
g.      Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene :
1. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi adalah gangguan integritas kulit, gangguan membrane mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
2. Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.
D.    TANDA DAN GEJALA
Menurut Depkes (2000: 20) Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah :
1.   Fisik
a.       Badan bau, pakaian kotor.
b.      Rambut dan kulit kotor.
c.       Kuku panjang dan kotor.
d.      Gigi kotor disertai mulut bau.
e.       Penampilan tidak rapi.
2.   Psikologis
a.       Malas, tidak ada inisiatif.
b.      Menarik diri, isolasi diri.
c.       Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
3.   Sosial
a.       Interaksi kurang.
b.       Kegiatan kurang
c.       Tidak mampu berperilaku sesuai norma.
d.      Cara makan tidak teratur BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri
E.     MEKANISME KOPING
1.      Regresi
2.      Penyangkalan
3.      Isolasi diri, menarik diri
4.      Intelektualisasi
F.     RENTANG RESPON KOGNITIF
Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang tidak dapat merawat diri sendiri adalah :
1.    Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri
a.       Bina hubungan saling percaya.
b.      Bicarakan tentang pentingnya kebersihan.
c.       Kuatkan kemampuan klien merawat diri.
2.      Membimbing dan menolong klien merawat diri.
a.       Bantu klien merawat diri
b.      Ajarkan ketrampilan secara bertahap
c.       Buatkan jadwal kegiatan setiap hari
3.      Ciptakan lingkungan yang mendukung
a.     Sediakan perlengkapan yang diperlukan untuk mandi.
b.   Dekatkan peralatan mandi biar mudah dijangkau oleh klien.
c.    Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi klien misalnya, kamar mandi yang dekat dan tertutup.












BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.   PENGKAJIAN
1.                  Identitas klien
Nama
Jenis kelamin
Umur
 tinggal
Status
2.                  Riwayat kesehatan
·         RKS :lelah,badan bau,rambut kotor dan pemalas
·         RKD : apakah pernah sebelumnya mengalami deficit perawatan diri,dan apa-apa saja cara yang digunakan untuk mengatasi masalah ini.
·         RKK : adakah keluarga mengalami deficit perawatan diri sebelumnya.
3.                  Keluhan utama
Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri,Defisit perawatan diri dan Isolasi Sosial



B.ANALISA DATA
     Data yang biasa ditemukan dalam deficit perawatan diri adalah :
1.      Data subyektif
·         Klien mengatakan dirinya malas mandi karena airnya dingin atau di RS tidak tersedia alat mandi.
·         Klien mengatakan dirinya malas berdandan.
·         Klien mengatakan ingin di suapi makan.
·         Klien mengatakan jarang membersihkan alat kelaminnya setelah BAK atau BAB.
·         Pasien merasa lemah
·         Malas untuk beraktivitas
·          Merasa tidak berdaya.
2.      Data obyektif
·         Ketidakmampuan mandi/membersihkan diri ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki, dan berbau, serta kuku panjang dan kotor.
·         Ketidakmampuan berapakaian/berhias ditandai dengan rambut acak-acakan, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, tidak bercukur (laki-laki), atau tidak berdandan (wanita).
·         Ketidakmampuan makan secara mandiri ditandai dengan ketidakmampuan mengambil makan sendiri
·         Ketidakmampuan BAB/BAK secara mandiri ditandai BAB/BAK tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri dengan baik setelah BAB/BAK
·         Rambut kotor, acak – acakan
·         Badan dan pakaian kotor dan bau
·         Mulut dan gigi bau.
·         Kulit kusam dan kotor
·         Kuku panjang dan tidak terawat



C.           DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Depkes (2000: 32) diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien defisit perawatan diri yaitu:
1.   Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
2.   Defisit perawatan diri.
3.   Isolasi Sosial.
D.       INTERFENSI KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan: penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri.
Tujuan Umum
Klien dapat meningkatkan minat dan motivasinya untuk memperhatikan kebersihan diri.
Tujuan Khusus
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Kriteria evaluasi
Dalam berinteraksi klien menunjukan tanda-tanda percaya pada perawat:
a. Wajah cerah, tersenyum
b. Mau berkenalan
c. Ada kontak mata
d. Menerima kehadiran perawat
e. Bersedia menceritakan perasaannya


Intervensi :
a. Berikan salam setiap berinteraksi.
b. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalan.
c. Tanyakan nama dan panggilan kesukaan klien.
d. Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi.
e. Tanyakan perasaan dan masalah yang dihadapi klien.
f. Buat kontrak interaksi yang jelas.
g. Dengarkan ungkapan perasaan klien dengan empati.
h. Penuhi kebutuhan dasar klien.
TUK II : klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan diri.
Kriteria evaluasi
Klien dapat menyebutkan kebersihan diri pada waktu 2 kali pertemuan, mampu menyebutkan kembali kebersihan untuk kesehatan seperti mencegah penyakit dan klien dapat meningkatkan cara merawat diri.
Intervensi
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik.
b. Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara menjelaskan pengertian tentang arti bersih dan tanda- tanda bersih.
c. Dorong klien untuk menyebutkan 3 dari 5 tanda kebersihan diri.

d. Diskusikan fungsi kebersihan diri dengan menggali pengetahuan klien terhadap hal yang berhubungan dengan kebersihan diri.
e.Bantu klien mengungkapkan arti kebersihan diri dan tujuan memelihara kebersihan diri.
f. Beri reinforcement positif setelah klien mampu mengungkapkan arti kebersihan diri.
g. Ingatkan klien untuk memelihara kebersihan diri seperti: mandi 2 kali pagi dan sore, sikat gigi minimal 2 kali sehari (sesudah makan dan sebelum tidur), keramas dan menyisir rambut, gunting kuku jika panjang.
TUK III : Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawat.
Kriteria evaluasi
Klien berusaha untuk memelihara kebersihan diri seperti mandi pakai sabun dan disiram pakai air sampai bersih, mengganti pakaian bersih sehari–hari, dan merapikan penampilan.
Intervensi
a. Motivasi klien untuk mandi.
b. Beri kesempatan untuk mandi, beri kesempatan klien untuk mendemonstrasikan cara memelihara kebersihan diri yang benar.
c. Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari.
d. Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan rambut.
e. Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan fasilitas perawatan kebersihan diri, seperti mandi dan kebersihan kamar mandi.
f. Bekerjasama dengan keluarga untuk mengadakan fasilitas kebersihan diri seperti odol, sikat gigi, shampoo, pakaian ganti, handuk dan sandal.
TUK IV : Klien dapat melakukan kebersihan perawatan diri secara mandiri.
Kriteria evaluasi
Setelah satu minggu klien dapat melakukan perawatan kebersihan diri secara rutin dan teratur tanpa anjuran, seperti mandi pagi dan sore, ganti baju setiap hari, penampilan bersih dan rapi.
Intervensi
Monitor klien dalam melakukan kebersihan diri secara teratur, ingatkan untuk mencuci rambut, menyisir, gosok gigi, ganti baju dan pakai sandal.
TUK V : Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri.
Kriteria evaluasi
Klien selalu tampak bersih dan rapi.
Intervensi
Beri reinforcement positif jika berhasil melakukan kebersihan diri.
TUK VI : Klien dapat dukungan keluarga dalam meningkatkan kebersihan diri.
Kriteria evaluasi
Keluarga selalu mengingatkan hal–hal yang berhubungan dengan kebersihan diri, keluarga menyiapkan sarana untuk membantu klien dalam menjaga kebersihan diri, dan keluarga membantu dan membimbing klien dalam menjaga kebersihan diri.
Intervensi
a. Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga kebersihan diri.

b. Diskusikan bersama keluarga tentang tindakanyang telah dilakukan klien selama di RS dalam menjaga kebersihan dan kemajuan yang telah dialami di RS.
c. Anjurkan keluarga untuk memutuskan memberi stimulasi terhadap kemajuan yang telah dialami di RS.
d. Jelaskan pada keluarga tentang manfaat sarana yang lengkap dalam menjaga kebersihan diri klien.
e. Anjurkan keluarga untuk menyiapkan sarana dalam menjaga kebersihan diri.
f. Diskusikan bersama keluarga cara membantu klien dalam menjaga kebersihan diri
g. Diskusikan dengan keluarga mengenai hal yang dilakukan misalnya:
mengingatkan pada waktu mandi, sikat gigi, mandi, keramas, dan lain-lain.




ASKEP DIABETES MELLITUS


Askep DM
( Asuhan Keperawatan Klien dengan Diabetes Mellitus )


Pengertian Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).



Klasifikasi Diabetes Mellitus
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
  1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
  2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
  3. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
  4. Diabetes mellitus gestasional (GDM)
Etiologi Diabetes Mellitus
Diabetes tipe I:
a.       Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
b.      Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
c.       Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.
Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
a.       Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
b.      Obesitas
c.       Riwayat keluarga
Patofisiologi/Pathways Diabetes Mellitus
Patofisiologi DM
Patofisiologi DM
Tanda dan Gejala Diabetes Mellitus
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :
1.     Katarak
2.     Glaukoma
3.     Retinopati
4.     Gatal seluruh badan
5.     Pruritus Vulvae
6.     Infeksi bakteri kulit
7.     Infeksi jamur di kulit
8.     Dermatopati
9.     Neuropati perifer
10. Neuropati viseral
11. Amiotropi
12. Ulkus Neurotropik
13. Penyakit ginjal
14. Penyakit pembuluh darah perifer
15. Penyakit koroner
16. Penyakit pembuluh darah otak
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.
Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas.
Pemeriksaan Penunjang Diabetes Mellitus
  1. Glukosa darah sewaktu
cek GDS
cek GDS
  1. Kadar glukosa darah puasa
  2. Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)
tabel-dm
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
1.      Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2.      Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3.      Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
Penatalaksanaan Diabetes Mellitus
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
1.      Diet
2.      Latihan
3.      Pemantauan
4.      Terapi (jika diperlukan)
5.      Pendidikan
Pengkajian Keperawatan Diabetes Mellitus
  • Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
  • Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
  • Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
  • Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
  • Integritas Ego
Stress, ansietas
  • Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
  • Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.
  • Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan penglihatan.
  • Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
  • Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
  • Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Masalah Keperawatan pada Diabetes Mellitus
  1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan
  2. Kekurangan volume cairan
  3. Gangguan integritas kulit
  4. Resiko terjadi injury
Intervensi Keperawatan Diabetes Mellitus
1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein, lemak.
Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
  • Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
  • Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
Intervensi :
  • Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien.
  • Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi.
  • Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui oral.
  • Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan indikasi.
  • Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala.
  • Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah.
  • Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.
  • Kolaborasi dengan ahli diet.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik
Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :

ASKEP EFUSI PLUERA


BAB II
PEMBAHASAN

A.     Definisi
Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus (Baughman C Diane, 2000)
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga
pleura. (Price C Sylvia, 1995)
B.     Etiologi
Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar :
*        Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
*        Penurunan tekanan osmotic koloid darah
*        Peningkatan tekanan negative intrapleural
*        Adanya inflamasi atau neoplastik pleura
C.     Tanda dan Gejala
1)      Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas.
2)      Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak.
3)      Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan.
4)      Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
5)      Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
6)      Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
                                     
D.    Patofisiologi
Didalam rongga pleura terdapat + 5ml cairan yang cukup untuk membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hodrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20%) mengalir kedalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter seharinya.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotic (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal jantung). Atas dasar kejadiannya efusi dapat dibedakan atas transudat dan eksudat pleura. Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena disertai peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis hepatic karena tekanan osmotic koloid yang menurun. Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan keluar langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini juga mengandung banyak sel darah putih. Sebaliknya transudat kadar proteinnya rendah sekali atau nihil sehingga berat jenisnya rendah.

E.     Manifestasi Klinis
Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan oleh penyakit dasar.Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis,sementara efusi malignan dapat mengakibatkan dispnea dan batuk. Ukuran efusiakan menentukan keparahan gejala. Efusi yang luas akan menyebabkan sesak napas. Area yang mengandung cairan atau menunjukkan bunyi napas minimalatau tidak sama sekali mengandung bunyi datar, pekak saat perkusi. Suaraegophoni akan terdengar diatas area efusi. Deviasi trakea menjauhi tempat yangsakit dapat terjadi jika penumpukan cairan pleural yang signifikan. Bila terdapatefusi pleura kecil sampai sedang, dispnea mungkin saja tidak ditemukan.( Brunner & Suddart, 2001: 593

F.      Penatalaksanaan medis
a)      Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (co; gagal jantung kongestif, pneumonia, sirosis).
b)      Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen guna keperluan analisis dan untuk menghilangkan disneu.
c)      Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari tatau minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan elektrolit, dan kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan pemasangan selang dada dengan drainase yang dihubungkan ke system drainase water-seal atau pengisapan untuk mengevaluasiruang pleura dan pengembangan paru.
d)     Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan kedalam ruang pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan lebih lanjut.
e)      Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada, bedah plerektomi, dan terapi diuretic







 







BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.PENGKAJIAN
1.      Identitas klien
Nama
Jenis kelamin
Umur
Tempat tinggal
Status
2.      Riwayat kesehatan
RKS :pusing,nyeri dada, mudah lelah,palpitasi
RKD :
RKK :
3.      Keluhan utama
Anxietas,gelisah,capek dan lelah serta gangguan aktivitas,palpitasi,nyeri dada,vertigo,sesak nafas
4.      Pengkajian fisik
a)      Aktifitas/istirahat
Gejala : dispneu dengan aktifitas ataupun istirahat
b)      Sirkulasi
Tanda : Takikardi, disritmia, irama jantung gallop, hipertensi/hipotensi, DVJ
c)      Integritas ego
Tanda : ketakutan, gelisah
d)     Makanan / cairan
Adanya pemasangan IV vena sentral/ infus
e)      nyeri/kenyamanan
Gejala tergantung ukuran/area terlibat : Nyeri yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu, abdomen
Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi
f)       Pernapasan
Gejala : Kesulitan bernapas, Batuk, riwayat bedah dada/trauma,
Tanda : Takipnea, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, retraksi interkostal, Bunyi napas menurun dan fremitus menurun (pada sisi terlibat), Perkusi dada : hiperresonan diarea terisi udara dan bunyi pekak diarea terisi cairan
Observasi dan palpasi dada : gerakan dada tidak sama (paradoksik) bila trauma atau kemps, penurunan pengembangan (area sakit). Kulit : pucat, sianosis,berkeringat, krepitasi subkutan
5.      Pada pemeriksaan fisik
a)Inspeksi:pencembungan  hemithorax  yang  sakit,  ICS melebar,pergerakan pernafasan menurun pada sisi sakit, mediastinum terdorong kearah kontralateral.
b)Palpasi:sesuai dengan inspeksi, fremitus raba menurun.
c)Perkusi:perkusi yang pekak, garis Elolis damoisseaux
d)Auskultasi:suara nafas yang menurun bahkan menghilang.
6.      Pemeriksaan Diagnostik
·         Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan didapati menghilangnya sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan tampak cairan dengan permukaan melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di mediatinum.
·         Ultrasonografi         
·         Torakosentesis / pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan tampilan, sitologi, berat jenis. Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa (serotorak), berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat (hasil radang).
·         Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam (untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase, laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi untuk sel-sel malignan, dan pH.
·         Biopsi pleura mungkin juga dilakukan

B. Analisa data 
No
Data
Etiologi
Masalah
1.
DS:             
a.
DO:
a.

penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan), gangguan musculoskeletal, nyeri/ansietas, proses inflamasi.


Pola napas tidak efektif
2.
DS:
a.Pasien mengatakan nyeri bagian dada
b.Pasien mengatakan sulit melakukan aktivitas/gerakan
DO:
a.

factor-faktor biologis (trauma jaringan) dan factor-faktor fisik (pemasangan selang dada)

Nyeri dada











3.
DS:



                                            





A.      Perencanaan keperawatan.
DIAGNOSA
Perencanaan Keperawatan
Tujuan dan criteria hasil
Intervensi
Rasional
1.Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan), gangguan musculoskeletal, nyeri/ansietas, proses inflamasi






2. Nyeri dada b.d factor-faktor biologis (trauma jaringan) dan factor-faktor fisik (pemasangan selang dada)




Tujuan :
pola nafas efektif

Kriteria hasil :
- Menunjukkan pola napas normal/efektif dng GDA normal
- Bebas sianosis dan tanda gejala hipoksia




Tujuan :
Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
-        Pasien mengatakan nyeri berkurang  atau dapat dikontrol
-   Pasien tampak tenang




a.Identifikasi etiologi atau factor pencetus
b. Evaluasi fungsi pernapasan (napas cepat, sianosis, perubahan tanda vital)
c. Auskultasi bunyi napas
d. Catat pengembangan dada dan posisi trakea, kaji fremitus.
e. Pertahankan posisi nyaman biasanya peninggian kepala tempat tidur
f. Berikan oksigen melalui kanul/masker






a.       Kaji terhadap adanya nyeri, skala dan intensitas nyeri
b.      Ajarkan pada klien tentang manajemen nyeri dengan distraksi dan relaksasi
c.       Amankan selang dada untuk membatasi gerakan dan menghindari iritasi
d.      Kaji keefektifan tindakan penurunan rasa nyeri
e.       Berikan analgetik sesuai indikasi